PERADILAN IN ABSENTIA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEPALA DESA (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 54/Pid.Sus-Tpk/2019/PN Sby)
Abstract
Tindak Pidana Korupsi termasuk kejahatan Extraordinary Crime yang terjadi secara sistematis dan meluas sehingga pemberantasannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa (Extraordinary). Kendala dalam pemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya adalah banyaknya pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri dari jerat hukum sehingga dapat mempersulit proses peradilan. Ketidakhadiran terdakwa dipersidangan dapat menghambat proses penanganan perkara. Berkaitan dengan ketidakhadiran terdakwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuktian dalam peradilan in absentia dan apakah putusan hakim No.54/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby sudah sesuai dengan tujuan UU Tindak Pidana Korupsi dalam rangka menyelamatkan kekayaan negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dengan bahan hukum primer yakni putusan No.54/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby dan peraturan perundang-undangan terkait, bahan hukum sekunder yakni buku literatur dan bahan hukum tersier yakni seperti kamus hukum. Hasil penelitian menunjukkan pada pembuktian telah sesuai menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TPK) mengatur tentang peluang dilakukannya pemeriksaan dalam persidangan perkara korupsi tanpa kehadiran terdakwa (peradilan in absentia) dengan maksud untuk menyelamatkan kekayaan negara. Peradilan in absentia merupakan pengecualian yang diatur oleh KUHAP, tetapi dalam pelaksanaannya harus berdasarkan Pasal 145 KUHAP berkaitan dengan tata cara pemanggilan yang sah. Terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setelah melalui pembuktian yang dilaksanakan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia). Hakim dalam membuktikan kesalahan terdakwa yang dilaksanakan secara in absentia telah menerapkan asas lex specialis derogate legi generali dengan mengacu ketentuan Pasal 38 UU Tipikordan asas minimum pembuktian sesuai Pasal 183 Kitab Hukum Acara pidana (KUHAP) meskipun peradilan in absentia pengecualian yang diatur dalam ketentuan umum yaitu KUHAP. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim apakah telah mencerminkan spirit dari peradilan in absentia dan sesuai tujuan dari UU Tindak Pidana Korupsi yang salah satunya adalah menyelamatkan kekayaan negara.
Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi,Peradilan in absentia, Pengembalian Aset
Full Text:
PDF View
References
Arief, Barda Nawawi Arief. (2010). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta: Prenada Media Group.
Gultom, Maidin. (2018). Suatu Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Hamzah, Andi. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap M. Yahya. (2016). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.
Wiyono, R. (2009). Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.
DOI: https://doi.org/10.20884/1.slr.2020.2.4.133
Article Metrics
Abstract view : 116 timesPDF - 373 times
Article Metrics
Abstract view : 116 timesPDF - 373 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
SOEDIRMAN LAW REVIEW indexed by :
Redaksi Soedirman Law Review |
Jurnal Soedirman Law Review by Fakulty of Law, Jenderal Soedirman University is licensed under Attribution 4.0 International