PENERAPAN SAKSI AHLI LINGUISTIK FORENSIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA TURUT SERTA MENYIARKAN BERITA BOHONG DAN MENIMBULKAN KEONARAN TERKAIT HASIL SWAB TEST (STUDI PUTUSAN NOMOR 225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM)
Abstract
Pemanfaatan ilmu linguistik forensik dalam rangka penegakan hukum dan keadilan digunakan dalam sidang pembuktian. Saksi ahli forensik bertugas untuk menganalisa penggunaan bahasa dalam ranah hukum serta menelaah fenomena kebahasaan yang diidentifikasi kemudian dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuktian mengenai tindak pidana turut serta menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran pada putusan No. 225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM dalam hubungannya dengan alat bukti keterangan ahli Linguistik Forensik serta untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat preskriptif. Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan dokumentasi, disajikan dengan teks naratif, menggunakan analisis metode normatif kualitatif. Penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: a) Pembuktian tindak pidana turut serta menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran pada putusan No. 225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM hakim memutus berdasarkan pada alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli linguistik forensik serta barang bukti. Sehingga, keterangan ahli linguistik forensik yang dijadikan sebagai dasar untuk memutus dianggap sebagai pengetahuan hakim. Berdasarkan hal tersebut hakim memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa. Dengan demikian pembuktian yang dilakukan sudah menerapkan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif sebagimana dalam Pasal 183 KUHAP. b) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana turut serta menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran pada putusan No. 225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun demikian menurut peneliti, pemidanaan yang diberikan oleh hakim tidak tepat karena tidak memperhatikan aspek non-yuridis khususnya mengenai profil terdakwa secara komperhensif dalam putusan pemidanaan.
Kata Kunci: Keterangan ahli linguistik forensik, pembuktian, penjatuhan pidana
Full Text:
PDF View
References
Ansorudin. (2004). Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara dan Hukum Positif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chazawi, Adami. (2005). Pelajaran Hukum Pidana : Percobaan dan Penyertaan. (Bagian 3). Jakarta: Rajawali Pers.
Hamzah, Andi. (2008). Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, Yahya. (2005). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
Mulyadi, Lilik. (2014). Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia; Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalahnya. Bandung: Citra Aditya Bakti.
O.S.Hiariej, Eddy. (2012). Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga.
Prodjohamidjojo, Martiman. (1984). Komentar Atas KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta: Pradnya Paramitha.
R, Achmad Soema. (1982). Asas-Asas Hukum Pidana. Bandung.
Rosita, Hari Sansangka dan Lily. (2003). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
Rusli, Muhammad. (2007). Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti.
DOI: https://doi.org/10.20884/1.slr.2021.3.4.170
Article Metrics
Abstract view : 434 timesPDF - 905 times
Article Metrics
Abstract view : 434 timesPDF - 905 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
SOEDIRMAN LAW REVIEW indexed by :
Redaksi Soedirman Law Review |
Jurnal Soedirman Law Review by Fakulty of Law, Jenderal Soedirman University is licensed under Attribution 4.0 International