Pembatalan Status Justice Collaborator Terhadap Tindak Pidana Korupsi (Studi Terhadap Putusan Nomor 05/Pid.Sus-Tpk/2018/Pt.Dki)
Abstract
Status justice collaborator yang disematkan kepada seorang tersangka atau terdakwa bahkan terpidana memiliki implikasi besar pada dirinya. Bukan hanya dia dianggap memiliki kemauan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum sehingga pelaku kelas kakap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, juga dianggap memiliki iktikad baik untuk memulihkan kerugian negara. Untuk seseorang menjadi justice collaborator, seorang tersangka atau terdakwa harus memiliki keinginan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, bukan karena dipaksa oleh pihak lain. Bila memilih untuk menjadi justice collaborator dan memenuhi syarat, maka hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa tidak akan dirugikan, justru memperoleh protection, treatment, dan reward. Justice collaborator memperoleh sejumlah hak yang tidak diterima oleh pelaku lainnya yang tidak berstatus sebagai justice collaborator. Kasus yang berkaitan dengan latar belakang di atas terdapat dalam Putusan Nomor 5/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan Spesifikasi penelitian preskriptif sumber data yang diigunakan adalah data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan legal search, data yang diperoleh disajikan dengan teks naratif, dan metode analisis data dilakukan secara normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa senyatanya peran terdakwa sama dominannya dengan pelaku lain yang telah dipidana dalam kasus tersebut maka dari itu terdakwa tidak terpenuhi pada frasa bukan pelaku utama dan Pertimbangan hukum majelis hakim pada pengadilan tingkat banding dalam memutus status Justice Collaborator dalam Putusan Nomor 5/PID.SUSTPK/2018/PT.DKI kurang tepat membatalkan status Justice Collaborator terdakwa. sebagai studi kasus, dalam skripsi ini diteliti perkara kepailitan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 5/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI.
Kata Kunci : Pembatalan Status; Justice Collaborator; Tindak Pidana Korupsi
Full Text:
PDF View
References
Chazawi, A. (2002). Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3 Percobaan dan Penyertaan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Hiariej, E. O.S. (2012). Pembuktian Terbalik Dalam Pengembalian Aset Kejahatan Korupsi : Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Johnny, Ibrahim. (2008). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu Media.
Indonesia. 1981. Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 75.
_______. Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nomor 31 tahun 1999. Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 140.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator).
DOI: https://doi.org/10.20884/1.slr.2019.1.1.40
Article Metrics
Abstract view : 251 timesPDF - 790 times
Article Metrics
Abstract view : 251 timesPDF - 790 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
SOEDIRMAN LAW REVIEW indexed by :
Redaksi Soedirman Law Review |
Jurnal Soedirman Law Review by Fakulty of Law, Jenderal Soedirman University is licensed under Attribution 4.0 International